|
lucaforni.com |
“It doesn't matter how much resources you have.
If you don't know how to use them, it will never be enough.”
---Kata meme di internet.
Saya pikir quote tersebut sangat benar adanya, bukan tentang seberapa banyak fasilitas yang kita punya, tapi bagaimana kita memanfaatkan fasilitas itu semaksimal mungkin. Konteks kalimat tersebut sangat luas dan mencakup banyak hal, tak terkecuali dalam hal ini pengalaman saya berpetualang bersama Zenius.
Apa itu Zenius?
Itu loh.. lembaga pendidikan online anti-mainstream yang pembelajarannya melalui video tulisan tangan dan suara tentor. Lebih jelasnya cari aja di google.
Awal Pertemuan
Waktu awal pertama kali saya bertemu Zenius itu saya lupa. Entah kelas XI atau XII MA, saya lupa. Yang tidak saya lupa itu bagaimana saya bertemu dengannnya. Dengan arahan google, saya diarahkan ke alamat web zenius di
www.zenius.net.
Kalo boleh jujur, sebenarnya pas saya tahu zenius saya mikirnya pasti ini cuma bimbel yang ngajarin pake rumus cepet, sebagaimana stereotip bimbel yang ada di pikiran saya. Tapi tunggu dulu, kita lihat lebih jauh.
Pertama kali melihat web itu saya mengamati tampilan webnya dan berkata dalam hati, “Ooh.. boleh lah.” Kemudian membaca-baca deskripsi produknya, dan saya berkata “Pembelajaran berbasis konsep ya? Semoga aja bener-bener dilakuin, karena banyak bimbel yang ngaku mengajarkan konsep tapi ujung-ujungnya cuma nyodorin rumus.”
Maka saya membuka salah satu videonya, saya lupa itu video kategori apa, tapi saya ingat sekali apa yang saya dapatkan dari situ.
“Bakteri membelah diri menjadi dua setiap 1 menit. Berapa waktu yang dibutuhkan sampai jumlah bakteri ada 16?”
Yap, jawabannya 4 menit. Tentornya mengajarkan dengan logika, saya juga. Di situ masih biasa-biasa saja, hingga akhirnya sampai di bagian ini:
“Bakteri tersebut mengisi penuh sebuah gelas. Berapa waktu yang dibutuhkan bakteri-bakteri tersebut agar jumlahnya dapat mengisi penuh dua buah gelas berukuran sama?”
Videonya saya pause, saya mulai mikir. Mikir jauh tentang ukuran gelas, jumlah bakteri yang ada di gelas, dan lain-lain, pokoknya lama dan akhirnya saya nyerah.
Jawabannya satu menit! Tentornya menjelaskan, dan saya nepuk kepala, “Oiya!” Bermula dari situlah saya mulai percaya dengan Zenius, bahwa Zenius bukan sekedar lembaga bimbel yang menyodorkan rumus cepat. Lalu saya menikmati beberapa video gratis zenius yang lain.
Apakah saya tertarik menjadi premium member agar bisa mengakses seluruh video Zenius?
Haha, kebetulan tidak. Di satu sisi memang kepingin, tapi lebih banyak sisi yang bilang tidak. Saya belum terbiasa untuk membayar sesuatu yang ada di internet, dan tidak rela mengeluarkan uang untuk itu (ada banyak yang lebih penting, pikir saya). Kalaupun saya menjadi premium member, apa saya mau tiap hari pergi ke warnet untuk mengakses video itu? Kan lucu kalau begitu. Udah gitu saya akan makin banyak mengeluarkan uang (yang kebetulan tidak banyak) untuk ke warnet.
Lalu saya kembali ke quote meme yang saya tulis di awal tadi, nggak apa-apa saya tidak bisa mengakses seluruh video Zenius, saya akan memaksimalkan pemahaman dari video gratis yang ada.
|
www.zenius.net |
Zenius Blog
Selain memaksimalkan penggunaan video gratis Zenius, saya juga memanfaatkan fitur gratisan lainnya, yaitu Blog Zenius! Dan inilah yang paling sering saya manfaatkan.
Pada dasarnya saya suka membaca. Membaca tulisan sains populer, tulisan tentang pendidikan, idealisme, sejarah, dan apapun itu. Kabar baiknya, di blog Zenius semua tema itu ada, ditambah lagi dengan gaya bahasa yang gaul (walaupun saya nggak gaul), saya semakin suka. Tulisan-tulisan itu semakin mengukuhkan posisi Zenius, bahwa Zenius benar-benar bergerak ke arah pendidikan yang benar, pendidikan yang asik, penuh arti, dan bermanfaat di kehidupan nyata.
Sebelumnya saya sudah membaca beberapa buku tentang analisis ilmiah terhadap kecerdasan, psikologi, dan pendidikan, yang memberi saya sudut pandang baru pada terhadap kecerdasan dan dunia pendidikan. Bahwa seorang genius bukan dilahirkan, tapi dicetak. Dicetak melalui hal yang sangat mendasar, yaitu delliberate practice, organized knowledge, focus, dan spiritual motivation. Buku tersebut telah mengubah cara pandang dan langkah yang saya lakukan dalam belajar dan mencapai keahlian.
Di blog Zenius saya kembali menemukan istilah-istilah yang saya temui di buku itu. Mulai dari delliberate practice, yang mengajarkan tentang bagaimana latihan (belajar) terstruktur, rutin, sistematis menjadi bagian terpenting untuk menjadi seorang ahli. Lalu tentang aturan 10.000 jam, cherry picking, pseudoscience, dan banyak pembahasan lain. Di sini saya benar-benar yakin atas kualitas Zenius, karena memang pembahasan-pembahasan tersebut (dari buku dan blog Zenius) didasarkan pada penelitian ilmiah panjang yang telah lama dipraktekkan di dunia pendidikan barat (dan terlihat bagaimana hasilnya).
Saya sangat senang membaca tulisan di blog Zenius, di satu sisi saya me-review apa yang pernah saya baca dengan lebih efektif (saat ini waktu saya lebih padat), dan di satu sisi semakin menambah pengetahuan dan pemahaman saya terhadap semua hal. Pokoknya asik.
Terima Kasih Banyak
Sedikit cerita saja, pas kelas XII MA saya ikut KSM (Kompetisi Sains Madrasah) di bidang Fisika. Hasilnya? Saya mendapatkan medali perak di tingkat nasional. Haha, tidak terlalu buruk, mengingat kondisi saya dan itu adalah lomba fisika pertama yang pernah saya ikuti. Setelah itu saya (dan pemenang yang lain) diundang ke ITB untuk kuliah (menerima kuliah, pelatihan, pengarahan, dll) selama dua minggu.
Saat ini saya sudah kuliah di jurusan yang saya sukai dari dulu, yaitu jurusan fisika. Eits, tapi bukan di ITB, saya nggak daftar ke sana (saya tidak daftar ITB, UI, atau UGM). Di SBMPTN saya memilih Universitas Diponegoro di pilihan pertama dan saya masuk. Kenapa tidak ITB? Ada alasan pribadi saya, dan saya memang lebih memilih jurusannya daripada kuliah di mana. Hmmm… dan kembali lagi ke quote awal, saya akan memaksimalkan kuliah saya di sini.
Fiolla! Di Undip saya bertemu teman baru (satu kos), yang ternyata member aktif Zenius. Di sinilah saya patut bersyukur--dan memang selalu bersyukur, saya diizinkan untuk menggunakan Zenius Xpedia yang dia punya. Saya tidak menggunakan semua, hanya di bagian
Learning Guide. Dan itu sudah sangat bermanfaat bagi saya. Di sela-sela waktu kuliah, saya menyimak baik-baik
learning guide lengkap yang ada.
(Beberapa bagian Learning Guide sudah pernah saya ikuti secara gratis di zenius.net di sini, dan berkat bantuan teman saya ini saya bisa mengikuti Learning Guide secara lengkap)
Hasilnya, learning guide Zenius banyak membantu saya dalam mengambil sikap dengan benar di kegiatan kuliah. Kuliah pun lebih terstruktur, sistematis dan mengasyikkan! Di kuliah, saya pun sering dimintai bantuan teman saya untuk berdiskusi mengenai konsep dari materi yang sedang dipelajari. Asik.
Sebagai bentuk terima kasih saya kepada Zenius, saya selalu berusaha untuk menyebarkan filosofi pendidikan yang benar (sebagaimana Zenius) kepada teman-teman saya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Itulah cerita perjalanan saya…
Padahal saya baru memakai fitur gratisan dari Zenius, tapi saya sudah merasakan bagaimana ia membentuk pola pikir saya, pola pikir ilmiah keren yang membuat saya melihat dunia dengan sudut pandang yang sangat menakjubkan. Nggak kebayang kalau seluruh fasilitas Zenius dimanfaatkan secara maksimal!
***
Hihihi. Sebenarnya saya agak sungkan menulis tulisan cerita seperti ini. Tapi nggak apa-apa deh, kalo dengan cerita perjalanan saya ini saya punya kesempatan dapet
buku keren gratis dari
Zenius.