Sekarang pukul tujuh pagi, jalanan di kampus masih sepi.
Wahyono, dengan memakai invisible cloak-nya (sehingga ia tidak terlihat) jalan-jalan mengelilingi kampus, melihat keadaan. Berharap melihat wajah-wajah semangat mahasiswa yang akan menggugah semangatnya.
Sambil menunggu, lamat-lamat ia mendongak memandangi setiap pohon rindang di sekelilingnya. Adem, kata Wahyono dalam hati. Setengah jam fokusnya tetap di pohon-pohon itu.
Sekarang pukul setengah delapan.
Tetap saja masih sepi, belum ada satu mahasiswa pun yang datang ke kampus. Wahyono duduk setelah sejak pagi ia berdiri. Matanya mengernyit, seperti melihat sesuatu. Bukan, itu bukan sosok mahasiswa yang ia tunggu-tunggu. Setelah sejak tadi ia mendongak melihat pohon—sampai kecapekan, ia ganti melihat ke bawah.
“Walah yo, yo… kotor sekali.” Seru Wahyono. Ia mengamati jalanan kampus. Benar saja, pohon-pohon rindang itu memang membuat hati terasa adem, tapi rontokan daunnya yang tersebar (seperti sengaja disebar) membuat lingkungan kampus ini terlihat kotor. Selama beberapa waktu fokusnya ganti tertuju pada dedaunan yang berserakan di jalan kampus.
Pukul delapan.
Wahyono menepuk kepalanya, lalu berdiri. Ia ingat sesuatu, lalu pergi meninggalkan kampus.
0 komentar:
Posting Komentar