Begitu waktu menunjukkan pukul 13.00 dan masih belum banyak yang datang, Mas Komandan mengingatkan. "Ayo guys, cepet dateng.. udah pukul 13.00 nih."
Beberapa orang kemudian datang, tetapi tetap saja lebih banyak yang belum datang.
Sudah pukul 14.00, dan yang datang belum ada 50%.
"Guys, udah pukul 14.00 nih... yang dateng belum ada 50%. Cepetan dateng dong.." Mas Komandan mengingatkan lagi di chat grup Line.
Lalu, salah satu orang menjawab chat dari Mas Komandan itu:
"Di sana udah rame belum?"
***
Nah, di sini saya bener-bener pengen nggeledak. Sudah tahu diminta berkumpul pukul 13.00, eh pukul 14.00 dia belum dateng, dan malah mempermasalahkan tingkat ke-rame-an dari kumpulan itu.
Kalo misalnya chat itu dijawab "Udah rame," sambil nyertain foto orang-orang yang sudah datang, maka dia akan datang segera.
Namun jika dijawab "Belum" atau tidak dijawab, ia akan santai-santai (padahal udah telat 1 jam), atau males dateng, atau mungkin ia tidak akan hadir ke kumpulan itu.
Padahal kan sudah ditentukan kalo patokan datangnya itu waktu, yaitu pukul 13.00, bukan tingkat keramaian majlis itu. Soalnya kalau patokannya tingkat keramaian majlis itu, menurut hemat saya, kayaknya kumpul itu jadi hal yang impossible, hil yang mustahal! Iya, kan? Kalo semua orangnya pengen kumpulan itu rame dulu baru dia datang, ya gak mungkin lah kumpulan itu dapat terlaksana.
Kalau ditarik analogi (yang lebih masif) itu seperti ini: Misalnya semua orang punya pemikiran kalau ia akan pergi ke masjid (sholat jamaah) ketika masjid sudah ramai, ada banyak orang. Maka, karena semua orang tidak akan datang sebelum masjid ramai, sementara tidak ada yang membuat ramai, pada akhirnya semua orang itu tidak jadi sholat jamaah di masjid, dan masjid akan menjadi tempat paling sepi di dunia.
Atau dalam konteks yang lebih pas untuk mahasiswa, sebagai agent of change, jika kerangka berpikir menunggu keramaian itu diterus-teruskan, tertanam dalam di pikiran mahasiswa, maka sampai kapan pun imposibel negara ini mengalami big changes menuju arah yang lebih baik.
Maka dari itu, besok datang tepat waktu ya!
Padahal kan sudah ditentukan kalo patokan datangnya itu waktu, yaitu pukul 13.00, bukan tingkat keramaian majlis itu. Soalnya kalau patokannya tingkat keramaian majlis itu, menurut hemat saya, kayaknya kumpul itu jadi hal yang impossible, hil yang mustahal! Iya, kan? Kalo semua orangnya pengen kumpulan itu rame dulu baru dia datang, ya gak mungkin lah kumpulan itu dapat terlaksana.
Kalau ditarik analogi (yang lebih masif) itu seperti ini: Misalnya semua orang punya pemikiran kalau ia akan pergi ke masjid (sholat jamaah) ketika masjid sudah ramai, ada banyak orang. Maka, karena semua orang tidak akan datang sebelum masjid ramai, sementara tidak ada yang membuat ramai, pada akhirnya semua orang itu tidak jadi sholat jamaah di masjid, dan masjid akan menjadi tempat paling sepi di dunia.
Atau dalam konteks yang lebih pas untuk mahasiswa, sebagai agent of change, jika kerangka berpikir menunggu keramaian itu diterus-teruskan, tertanam dalam di pikiran mahasiswa, maka sampai kapan pun imposibel negara ini mengalami big changes menuju arah yang lebih baik.
Maka dari itu, besok datang tepat waktu ya!
Biarlah omong kosong ini mengambang ke mana-mana, siapa tahu ada yang mengambil manfaat dari tulisan kosong ini.
0 komentar:
Posting Komentar