Sabtu, 21 November 2015

Mesin Waktu Wahyono

Ini adalah hari bersejarah bagi umat manusia, karena untuk pertama kalinya spesies manusia akan melakukan perjalanan waktu ke masa lalu setelah keinginan itu terpendam dan tidak pernah terwujud begitu lama. Prestasi luhur tersebut merupakan hasil kerja keras ilmuwan dari Indonesia, yang sejak tahun 2100 tiba-tiba berubah menjadi negara maju dan menguasai segala bidang, berbalik 180 derajat dari kondisi Indonesia tahun 2010-an yang masih setia menjadi negara berkembang (sebutan lain untuk negara tidak maju).

Sekarang Indonesia sudah benar-benar maju, baik dari segi teknologi maupun sumber daya manusianya. Pulau Sumatera, khususnya provinsi Riau, yang konon di zaman dahulu sering terjadi kebakaran hutan sekarang tidak lagi dan sekarang menjadi penghasil sawit terbesar di seluruh dunia. Hal itu terjadi karena pada tahun 2093 presiden ke-25 Indonesia, Badrul, memutuskan untuk secara sengaja membakar semua hutan di Riau. Memilih waktu pembakaran yang tepat, agar asap hasil pembakaran seluruhnya beterbangan ke negara tetangga, Macanpura. Membuat mereka kewalahan dan pada akhirnya asap tersebut merusak kecerdasan mereka. Akibatnya, setelah 3 bulan pembakaran besar itu terjadi warga Macanpura tak ubahnya seorang bayi yang tak tahu apa-apa, membuat prediksi pakar seluruh dunia kalau negara kecil ini akan menguasai dunia menjadi salah total.

Selepas itu Negara Indonesia benar-benar bangkit. Ilmuwan-ilmuwan Indonesia menelurkan karya mereka, sehingga di tahun 2100 banyak terdengar hukum-hukum alam asli Indonesia muncul di jurnal internasional: Hukum Wahyono, Kesetimbangan Kholit, Efek Darari, Persamaan Trisno, Postulat Priyo, Dinamika Dudung, dan masih banyak lagi. Semua itu bermula ketika Wahyono, profesor fisika dari Universitas Diponegoro mengumpulkan semua ilmuwan Indonesia di belakang waduk Undip, untuk diberi pengarahan dan motivasi untuk memajukan ilmu pengetahuan Indonesia. “Sudah lebih dari satu abad kita terpuruk. Dulu kakek-nenek kita sudah berusaha, tapi kondisi yang ada membuat mereka gagal. Maka kali ini kita harus berusaha, dan dengan semua kondisi yang mendukung ini, kita harus berhasil.” Kata Wahyono kepada mereka dengan menggebu-gebu.

Bukti kedigdayaan Indonesia akan dibuktikan hari ini, tepat malam satu Suro tahun 1523 Hijriyah. Setelah lima tahun para ilmuwan mempelajari Postulat Priyo, menyesuaikannya dengan hasil eksperimen fisika sejak 100 tahun lalu, kemudian menggabungkannya dengan Efek Darari, mereka menghasilkan teori lubang buaya (menggantikan teori lubang cacing 100 tahun yang lalu), yang berisi hal teknis lengkap untuk membuat mesin waktu. Setelah hal-hal teoritisnya diselesaikan orang-orang fisika, pembuatan mesin ini diselesaikan orang-orang teknik yang diketuai dua orang: Satriyo, Profesor Teknik Mesin Undip, dan Saipul, mahasiswa baru teknik mesin yang punya kemampuan jauh melebihi kakak tingkatnya yang sok keren dan garang di masa kaderisasi.

Tujuan perjalanan waktu ini adalah tahun 2018. Wahyono, sang profesorlah yang memilih tujuan itu, karena ialah yang memprakarsai proyek itu. Sejak proyek mesin waktu diumumkan oleh pemerintah dan 40% APBN dialokasikan untuk proyek tersebut, Wahyono belum pernah menjelaskan pada publik Indonesia (yang sudah pintar) perihal alasan kenapa ia memilih tahun 2018 sebagai tujuan. Selidik punya selidik, ada yang mengatakan kalau pemilihan tahun itu berhubungan dengan kisah cinta kakak kakeknya Wahyono yang dulu kuliah di Undip, yang sampai akhir hayatnya hidup sendirian karena tidak berani menyatakan cinta. Mungkin, Wahyono datang ke 2018 untuk membantunya mengungkapkan cinta.

*Juara terbaik dalam Writing Contest HMF Undip 2015

(Saya pun tidak tahu, bagaimana mungkin bisa tulisan ini juara) 

Writing Contest Yes

Hari ini tadi acara puncak dari Writing Contest HMF Undip telah dilaksanakan. Acaranya asik, karena cuma sebentar, acaranya menarik karena acaranya tidak melelahkan. 
Hasilnya? Alhamdulillah... setelah melakukan presentasi kocak dari tulisan "Mesin Waktu Wahyono", saya mendapatkan juara terbaik I dengan hadiah satu juta rupiah.



(Eh.. saya kok merem yah?)
Setelah berfoto-foto sejenak dengan teman-teman suporter bayaran (hihihi), kami meluncur ke warung makan. Hm.. mumpung orangnya tidak terlalu banyak :)



Alhamdulillah....

Selasa, 17 November 2015

Tulisan Basi

Sudah dua minggu ini saya memiliki banyak kegiatan di kampus. Bukan kegiatan akademik, bukan pula kegiatan organisasi. Ini tentang kegiatan kaderisasi yang (mau tidak mau) harus saya jalani: mengisi buku angkatan, buku perkenalan, tugas, dan masih banyak lagi lainnya.
Akibatnya, selama dua minggu blog ini terbengkalai. Jika biasanya minimal saya menulis satu tulisan tiap hari, kali ini saya bahkan belum menulis satu pun selama dua minggu ini. Hidup terasa hambar.
Sebenarnya kepadatan jadwal memang tidak dapat saya jadikan alasan, dan saya memang tidak ingin menjadikannya sebagai alasan. Ketika kegiatan selesai, ketika saya sudah sampai kos sebenarnya saya masih punya sedikit waktu untuk mengurus blog ini. Tapi apa daya, saya sudah terlanjur kecapekan karena kegiatan dan akhirnya ketiduran. Padahal di kepala ini sudah ada banyak sekali hal yang ingin saya tuliskan. 
Ketika waktu yang agak luang sudah ada dan kondisi saya sedang fit, saya ingin menulis. Namun lagi-lagi ada masalah, ide-ide saya yang dulu ingin saya tulis ternyata sudah basi, tidak cocok dengan kondisi saat ini. Jadinya ya seperti ini.

Selasa, 10 November 2015

Paham Tapi Tidak Paham

Banyak orang yang merasa paham tapi sebenarnya tidak paham.
Banyak orang yang merasa tidak paham tapi sebenarnya paham.
Kalimat tersebut berlaku secara universal, salah satunya dalam hal perkuliahan (saya kan lagi kuliah :)). 
Ketika dosen menerangkan suatu hal, semua mahasiswa terlihat memperhatikan. Beberapa paham, ditandai dengan anggukan-anggukan ritmis dari kepala mereka, sambil berkata oh secara pelan. Beberapa lagi tidak paham, ditandai dengan ekspresi datar dan raut bingung di mukanya, sambil sesekali garuk-garuk kepala.
Namun apakah benar paham dan tidak paham dapat dilihat cukup dari anggukan kepala? Sayangnya, dalam banyak kasus hal ini tidak dapat dibenarkan. Mereka yang mengangguk-angguk mungkin sekedar ingin bersopan santun dan menghormati dosen di depan. Beberapa lagi mungkin mengangguk karena benar-benar paham. Beberapa lagi mungkin mengangguk agar terlihat pintar. Atau mungkin (ini kemungkinan buruk) mereka mempunyai gangguan saraf yang mempengaruhi gerak anggukan kepala mereka (seperti Wolfgang Pauli).
Sementara itu, mereka yang berekspresi datar dan bingung, sambil sesekali menggaruk-garuk kepala, kemungkinan besar memang tidak paham. Namun itu tidak berlaku mutlak, mungkin saja sebenarnya mereka paham, tapi ada beberapa bagian yang menurut mereka tidak sesuai dengan asumsi awal mereka. 
Maka dari itu, saya berkata bahwa: banyak orang yang merasa paham tapi sebenarnya tidak paham, dan banyak orang yang merasa tidak paham justru merupakan orang yang paham. Lebih tepatnya ini berkaitan dengan seorang yes-man, yang sekedar mengiyakan informasi yang ia peroleh dari orang tertentu, dengan seorang analysis-man yang selalu mempertanyakan keabsahan informasi yang ia peroleh. 
Lebih baik mana? Saya pikir anda sudah tahu.

Selasa, 03 November 2015

UTS Nonsen

“Sebenarnya UTS diadakan untuk apa?”
Sebuah pertanyaan sepele yang kemudian membingungkan untuk dijawab.
Menurut saya pribadi, UTS (Ujian Tengah Semester) atau ujian sejenisnya diadakan dalam rangka mengevaluasi tingkat keberhasilan proses belajar-mengajar dalam periode waktu tertentu. Maka dari itu, idealnya, ketika UTS hendak dilakukan sudah tidak ada lagi proses belajar yang perlu dilakukan agar hasil nyata dari proses belajar-mengajar dapat diketahui dengan benar. Dengan kata lain, saya mengatakan bahwa proses belajar harusnya dilakukan selama waktu pembelajaran jauh sebelum UTS, bukan waktu-waktu menjelang UTS.
Namun kenyataan berkata lain. Kebanyakan orang justru menjadikan waktu pembelajaran untuk bersantai-santai, dan menjelang UTS akan dilaksanakan semua berbondong-bondong membaca buku, meminjam catatan, fotokopi soal, dan belajar (hanya) sehari sebelum UTS dilaksanakan.
Hasilnya apa? Bukannya mengetahui hasil pembelajaran, guru (atau dosen) hanya mendapat corat-coret di lembar jawaban yang menggambarkan seberapa baik seseorang menghafal materi sehari sebelum ujian. Setelah ujian, apa yang terjadi? Lupakan. Tidak ada evaluasi dan tidak ada perbaikan diri.
Apa hasil pembelajaran selama masa belajar-mengajar? Satu dua mungkin membekas (sedikit), tapi sisanya? Tidak ada. Ini yang patut dikhawatirkan, ketika yang terjadi hanya proses studying (itupun tidak maksimal), dan tidak ada sedikitpun learning.
Ayolah... Pikirkan kembali esensinya. Bukannya saya ini sok benar dan sok idealis (terlepas dari fakta bahwa saya memang berusaha idealis), pikirkan kembali esensi dari semua proses ini.



***

Saya sendiri berusaha untuk sebisa mungkin tidak mempelajari materi ujian di waktu-waktu menjelang ujian (kalau sekedar review iya). Ujian merupakan ajang evaluasi, dan saya ingin tahu kualitas keilmuan saya yang sebenarnya, untuk kemudian saya perbaiki dan terus saya tingkatkan.
Sedikit cerita saja, hari ini tadi UTS Kimia Dasar secara mengejutkan soalnya persis sama dengan soal yang di-share teman saya di grup Line sehari sebelumnya, soal dari jurusan lain. Nah, saya memang tidak tertarik untuk memperhatikan soal itu, walau kemudian banyak yang mengirim gambarnya ke saya.
Ketika saya tahu bahwa sekilas soal itu sama, apa saya menyesal? Menyesal karena tidak mengerjakan soal itu terlebih dahulu? Tidak kok, sama sekali tidak. Saya ingin hasil UTS menggambarkan dengan sebenar-benarnya apa yang saya pahami selama proses belajar, bukan menggambarkan seberapa baik saya mengerjakan soal itu di malam sebelumnya. Bagaimana hasilnya? Kalian tahu lah… hehe.

Minggu, 01 November 2015