Kamis, 31 Desember 2015

Melihat dengan Rumit: Kembang Api

 
Jussh, dyarr… 
 
Ini malam hari raya. Kembang api bertebaran di langit.
Natrium menghasilkan warna kuning keemasan, sedangkan Barium menghasilkan warna hijau. Campuran tembaga memberi warna biru, garam Stronsium merah dan logam Titanium menghasilkan kilau perak.
Karbon digunakan untuk bahan bakar, dan oxidizer menyediakan oksigen untuk pembakaran. Magnesium untuk meningkatkan kecerahan, Kalsium memperkuat warna, sedangkan Antimon memberi efek kilatan cahaya.
Alah mboh ah, ndelok kembang api ngono ae tek leren nyinaoni fisika-kimia leh. Wong angger didelok yo apik og. Dipikir nganggo fisika-kimia malah ora iso nikmati.” Joko berontak.
Ya sudahlah, sepertinya Joko ada benarnya—walaupun sedikit. Sesekali saya harus meninggalkan sudut pandang ilmuwan, dan menikmati keindahan dengan sudut pandang manusia kebanyakan.
Kembang api itu indah, warna-warni, kelap-kelip, dan meriah. Ya, ya, ia memang indah. Tapi tetap akan lebih indah jika ia dilihat tidak sekedar dari sisi estetika. Masih ada banyak keindahan dari sisi lain: banyak sekali keindahan yang terjadi pada dimensi ruang yang sangat kecil dalam rentang waktu singkat ketika ia meletus. Setiap unsur yang berbeda memberi warna berbeda ketika ia terbakar, konsentrasi senyawa yang ditingkatkan untuk mempersingkat waktu reaksi, panjang gelombang setiap warna yang ditangkap mata, kekekalan momentum arah horizontal, dan masih banyak lagi keindahan lainnya jika kita semakin masuk ke dalam skala teknis yang lebih kecil—dalam sudut pandang ilmuwan. Tapi lupakan, karena saat ini saya sedang ingin menikmatinya dengan sudut pandang orang kebanyakan.

Jussh, dyar...
 
***
 
Itu tulisan saya 16 Juli 2015 lalu, saya tulis di malam Idul Fitri. Sekarang bukan malam Idul Fitri, tapi mungkin kejadiannnya akan sama (yaitu kembang apinya), bahkan kali ini akan lebih banyak kembang api yang akan meletus di sini, di Semarang.
Rasanya aneh, sudah banyak hal yang berubah. Di sini saya justru sering memakai sudut pandang orang kebanyakan daripada sudut pandang seorang ilmuwan, tidak seperti dulu lagi.

Pertama Kali Ke KFC


Saya lupa terus hendak bercerita tentang hal ini. 
Hari Selasa kemarin saya pertama kali datang ke KFC. Kedatangan itu karena saya hendak bertemu dengan beberapa teman saya di Fisika 2015 untuk membahas suatu hal.
Di KFC saya membeli apa? 
Asal kalian tahu, saya tidak beli apa-apa. Saya justru membawa emping jagung yang saya bawa dari rumah (saya baru saja pulang kampung). 


Memakannya dengan nikmat, dengan memasukkan emping ke rice box KFC yang sebelumnya dipesan teman saya, lalu mengambil saus KFC secara cuma-cuma. Diaduk, lalu dimakan.
Mantap!
Semuanya justru berebut memakan emping yang saya bawa. Haha.

Rabu, 30 Desember 2015

Kitkat Lebih Baik


Ceritanya begini, beberapa waktu yang lalu saya meng-upgrade sistem hp saya ke Android Lollipop. Hal itu saya lakukan setelah melihat hp teman saya (yang berjenis sama) yang secara ajaib berpenampilan elegan, beda jauh dengan tampilan hp saya. Usut punya usut, ternyata dia sudah meng-upgrade hpnya ke Android Lollipop, kemduian memberi beberapa sentuhan tambahan sehingga tampilan-tampilan yang ada berbeda dengan hp saya.
Pada dasarnya saya memang bosan dengan tampilan hp saya, yang menurut saya biasa saja dan gak ada keren-kerennya (padahal pas awal-awal saya melihatnya keren). Kemudian saya mendapat stimulan berupa tampilan hp teman saya, yang begitu kerennya, saya bertekad untuk meng-upgrade hp saya.

***

Setelah saya upgrade, ternyata benar bahwa tampilan hp saya terasa lebih bagus dan lebih modern. Ada banyak pilihan tema yang bagus dan pemakaiannya mudah. Akhirnya hp saya jadi keren :)
Tapi...

***

Keren sih keren, tapi baterai saya cepat habis. Benar-benar cepat habis. Jam 10.00 kondisi baterai saya hampir full, jam 12.00 baterainya sudah 50%, jam 13.00 sudah sekarat dan sisanya saya menjalani kehidupan kampus dengan kondisi hp mati. 
Bagaimana ini? 
Akhirnya saya memilih downgrade hp saya ke Android Kitkat, yang ternyata lebih baik daripada Lollipop. Ternyata Lollipop boros baterai, sementara mayoritas fitur hp tidak berubah. Huh.
Sekarang saya sudah kembali bersama Kitkat. Pagi hari baterai hp full, sampai malam pun tetap kuat terjaga. Alhamdulillah...

*Hp saya Asus Zenfone 5

Selasa, 29 Desember 2015

Learning How To Learn #1


Sebagaimana semua keterampilan lainnya, belajar pada dasarnya sama. Belajar merupakan salah satu bentuk keterampilan yang membutuhkan skill untuk meningkatkan efektivitasnya.
Bedanya, jika keterampilan umum hasil efektifnya dapat dilihat secara fisik, maka belajar tidak. Efektivitas belajar dilihat dari tingkat retensi yang didapat setelah proses belajar. Retensi sendiri merupakan istilah lain untuk tingkat pemahaman. Jika setelah belajar sesuatu hanya ada 15% yang menetap di otak, maka tingkat retensinya adalah 15%. Semakin tinggi tingkat retensi berarti semakin baik/efektif proses belajar yang dilakukan.
Kabar baiknya, tingkat retensi dapat ditingkatkan. Dengan mengerti (dan melaksanakan) cara belajar yang benar, maka tingkat retensi dapat meningkat. Yang semula hanya 15% menjadi 85% (atau bahkan 100%). Jika tingkat retensi mencapai 85%, atau dengan kata lain hampir semua yang kita pelajari kita pahami dan menetap dalam otak, yakinlah, belajar merupakan salah satu hal terasik yang akan kita jalani.

Tapi, bagaimana caranya?

Untungnya telah ada banyak (sekali) penelitian yang membahas tentang hal ini, tentang learning how to learn, maka kita bisa memilah langkahnya dengan mudah.

Paham Kegunaan Belajar

Hal pertama dan hal terpenting yang harus dilakukan dalam langkah learning how to learn adalah paham kegunaan dari belajar. Di sini harus dipahami manfaat dari mempelajari sesuatu. Misalkan kita memperlajari fisika, maka agar belajar menjadi efektif kita harus mengetahui manfaat dari mempelajari fisika.
Manfaat ada yang langsung dan ada yang tidak langsung. Untuk manfaat langsung, dalam konteks belajar fisika maka harus dipahami bahwa (misal) dengan belajar tentang listrik kita dapat memahami prinsip dasar alat-alat elektronik yang ada di sekitar kita. Dan jika ternyata ada sedikit kerusakan pada rangkaian elektronik tersebut kita dapat memperbaikinya. Belajar sejarah tentang kemerdekaan, manfaat langsungnya kita dapat mengetahui dengan benar proses tercapainya kemerdekaan Indonesia, paham pahit-getir yang terjadi selama prakemerdekaan. Sehingga ketika hari kemerdekaan Indonesia diperingati, kita tidak sekedar berucap “Merdeka!” tanpa pemaknaan di balik kata itu, juga tidak sekedar mengikuti upacara tanpa ada esensinya. Sebaliknya, kita memperingati seluruh suka-duka kemerdekaan dengan sebenar-benarnya. Masih banyak lagi lainnya.


Selanjutnya manfaat tidak langsung. Belajar apapun selama dilakukan dengan benar pasti akan memberi manfaat positif, dan seringkali manfaat tersebut tercapai secara tidak langsung. Ini yang sering didengungkan oleh guru saya selama sekolah: “Integral dan limit, pada dasarnya tidak digunakan secara praktis di kehidupan nyata! Tetapi integral, limit, trigonometri, atau apapun itu yang kamu pelajari di matematika akan membentuk pola pikir kamu di kehidupan nyata. Membantu dalam melihat permasalahan dan menyelesaikannya. Membantu dalam mencapai solusi terbaik dalam waktu sesingkat-singkatnya.” Demikianlah, belajar yang benar dapat membentuk pola pikir, yang akan selalu kita bawa ke manapun kita berada.
Selain itu, manfaat tidak langsung dari belajar adalah dapat meningkatkan kecerdasan. Hal ini seperti yang telah saya sampaikan di awal, bahwa dengan melaksanakan belajar yang benar maka tingkat retensi dapat meningkat. Dengan demikian mayoritas yang kita pelajari dapat kita pahami, atau dengan kata lain kita menjadi cerdas. Kecerdasan dapat menggiring kita untuk memiliki pengetahuan yang luas, percayalah, menjadi orang berpengetahuan luas itu sangat mengasikkan. Diajak ngobrol ke Timur nyambung, diajak ngobrol ke Barat nyambung, dan semacamnya.
Dan yang terakhir, di samping semua manfaat itu, belajar yang benar dapat membantu kita untuk mencapai kepuasan batin yang lebih hakiki, merasakan ladzat-nya ilmu pengetahuan, dan kecanduan terhadapnya.


Lupa Cara Berjalan

Kita perlu intropeksi, bahwa kita sudah terlalu sering mengendarai kendaraan bermotor. Bahkan saya, yang notabenenya tidak membawa sepeda motor di Undip tetap termasuk dalam tingkatan yang terlalu sering mengendarai kendaraan bermotor (apalagi mereka yang membawa sepeda motor).
Hal ini saya sadari tadi sore, ketika saya baru sampai di Tembalang setelah sejak 5 hari sebelumnya saya pulang kampung. 
Waktu menunjukkan pukul 17.00, sementara saya belum sholat asar. Jadilah saya langsung naik angkot dari patung Diponegoro menuju Masjid Kampus untuk mengejar waktu sholat asar.
Singkat cerita, setelah sholat sudah tidak ada lagi angkot yang melintas. Kalaupun ada, pasti angkotnya tidak mau mengantar saya masuk ke dalam kampus (ke dekat kos saya) soalnya ini hari libur kuliah. Sebelumnya pun saya sudah bertanya pada sopir angkot patungdiponegoro-masjidkampus, "Lek, niki angkote masuk kampus nopo mboten? (Angkotnya masuk kampus apa tidak?)", sopir menjawab, "Nggak, cuma sampai bunderan depan saja."
Nah, karena angkot tidak memungkinkan untuk mengantar saya ke dekat kos, saya sudah berpikir untuk jalan kaki sampai kos. Hitung-hitung olahraga.
Saya sempat menghubungi teman-teman fisika yang sudah di Tembalang yang sedang sela waktu untuk minta tebengan, tetapi kebetulan tidak ada yang sela. Ya sudah, saya jalan kaki saja.
Di sinilah sensasinya muncul!
Selama ini saya sudah sering melewati jalan tanjakan setelah gerbang Undip, sering sekali. Hampir setiap hari, dan hampir setiap kalinya saya lakukan dengan nebeng naik motor. Namun, ketika saya melewatinya dengan berjalan, kondisi jalannya seakan-akan berubah. Ada banyak pemandangan/objek yang dapat saya amati lamat-lamat, dan saya amati lebih dalam daripada biasanya.
Karena saya jalan kaki, ritme perjalanan saya santai, dan dengan demikian saya punya banyak waktu untuk menikmati keindahan perjalanan. Beda halnya ketika naik motor, ritme perjalanan cepat (dan cenderung tergesa-gesa), sampai-sampai tidak sempat menikmati perjalanan. 
Hal yang sama terjadi sepanjang perjalanan. Saya merasa kalau setiap jengkal yang saya lewati merupakan tempat baru, bukan baru dalam arti sebenarnya, tetapi baru dalam artian saya baru benar-benar memperhatikan tempat itu.
Saya juga sempat berhenti untuk mengambil foto, ini salah satunya:
Foto jalan di samping Aula FPIK/depan Teknik Industri
Demikianlah, jalan kaki bukan berarti capek, jalan kaki justru membuat kita semakin menikmati perjalanan dan semua keindahan yang ada.
Maka dari itu, besok-besok sekali-kali, lepaskan kunci motor kalian, biarkan motor kalian beristirahat. Berjalanlah! Dan rasakan kenikmatannya.


Jumat, 11 Desember 2015

Silahkan Tidak Masuk Kuliah


Silahkan untuk sesekali tidak masuk kuliah, jika kamu menggantikannya dengan kegiatan lain yang lebih bermanfaat: belajar, menyalurkan hobi, menggapai cita-cita dan lain sebagainya.
Jangan sekali-sekali tidak masuk kuliah, jika alasan yang kamu pakai hanyalah kemalasan, atau untuk melakukan kegiatan lain yang kurang bermanfaat.

Senin, 07 Desember 2015

Inspiratif Talk Show Bersama Ricky Elson dan Tim Antawirya Undip

Kemarin saya merelakan untuk tidak mengikuti Kuliah Umum Fisika Material karena masih menyelesaikan tugas prototype fisika, alhamdulillah hari ini saya menerima ganti yang lebih baik. Hari ini tadi saya mengikuti Inspiratif Talk Show Bersama Ricky Elson dan Tim Antawirya Undip di Gedung Geothermal Undip. 
Tidak rugi saya meninggalkan kelas Fisdas untuk mengikuti acara ini, karena acara ini benar-benar bermanfaat dan menggugah semangat. 

*Review dari acara ini saya tulis besok (semoga sempat)


Diskusi Para Mbambung

Di setiap tingkatan perkumpulan manusia, entah itu berupa kelas sekolah, RT, desa, atau apapun, selalu ada kelompok manusia yang tidak diperhitungkan secara serius dalam tingkatan tersebut. Mereka hanya dianggap sebagai angin lalu yang tidak punya arti efektif dalam tingatan tersebut. Dalam konteks kehidupan bernegara, maka orang-orang tersebut adalah orang-orang pinggiran yang pendidikan formalnya tidak memadai, tidak punya arti penting dalam konteks negara.
Namun demikian, perlu juga diketahui bahwa keberadaan mereka yang tidak diperhitungkan itu tetap mempunyai arti. Mereka, tanpa perlu dikomando, sering melakukan diskusi-diskusi serius membahas permasalahan di tingkatan mereka. Pendapat-pendapat terpendam mereka utarakan di situ, yang kemudian sering sekali tak tersampaikan ke pihak yang dituju. Bukan karena apa, mungkin saja takut, atau mungkin jika sudah disampaikan tidak digubris.
Tapi tak apalah... toh mereka sudah peduli. 
Ini tadi baru saja terjadi diskusi penting, diskusi membahas permasalahan negara (kecil) agar bisa terselamatkan.

*Mbambung dalam judul ini hanya kiasan, berarti orang yang tersisih, orang yang tidak diperhitungkan. Bukan dalam arti yang sebenarnya.
 

Sabtu, 05 Desember 2015

Tugas Kating Oh Tugas Kating....

Saya harus jujur, bahwa tugas angkatan dari kakak tingkat untuk fisika 2015 itu benar-benar menyusahkan. Kami harus berkumpul bersama dan menghabiskan banyak waktu untuk menyelesaikan tugas yang mungkin sia-sia.
Namun demikian, saya juga harus jujur, saya harus mengakui bahwa walaupun tugas dari kakak tingkat itu menyusahkan, tugas-tugas itu membuat kita (fisika 2015) bisa berkumpul bersama, menyelesaikan tugas bersama-sama, menumbukan rasa kekeluargaan dan rasa memiliki bersama. Ternyata semua tugas ini tidak sia-sia.
Asal kalian tahu saja, ketika kami kumpul angkatan untuk menyelesaikan tugas itu, rasanya nyaman sekali! Mengerjakan tugas sambil tertawa bersama, lupa kalau deadline tugas sudah tidak lama lagi.

Foto dulu sebelum lanjut mengerjakan tugas :)

Coba dan terus dicoba

Ada yang mengerjakan prototype, ada yang mengerjakan modul, ada yang mengerjakan poster

Diskusi prototype di halaman gedung geothermal

Ini juga sama

***

Seharusnya pos ini sudah saya upload seminggu lalu, 28 November 2015. Nah, apa daya saat itu saya belum sempat. Maka, jadilah pos ini baru saya upload saat ini. Foto-foto itu diambil seminggu lalu.

Apa Kata Markesot Tentang Fisika Undip


Alhamdulillah.. kemarin sore buku yang saya tunggu-tunggu kedatangannya sudah sampai. 
Buku ini sempat membuat saya khawatir, karena ketika saya cek resi pengirimannya tertulis bahwa paket buku itu received on destination, sedangkan saya belum menerima buku itu. Saya khawatir dan terus-terusan kepikiran.
Di sela-sela khawatir itu akhirnya buku sampai, selang 3 hari dari hari pengiriman.  


Buku yang saya beli adalah Markesot Bertutur, karya Cak Nun. Ini sebenarnya buku apa? Simak saja deskripsi singkat yang ada di cover belakangnya:

Markesot adalah sosok lugu dan cerdas, mbeling, dan terkadang misterius. Dalam kesehariannya dengan sahabat-sahabatnya, Markembloh, Markasan, Markemon, dan lain-lain yang tergabung dalam Konsorsium Para Mbambung (KPMb), Markesot memperbincangkan seabrek problem masyarakat kita. Dari konflik politik internasional sampai soal celana. Dari tasawuf hingga filosofi urap. Dalam gaya bertutur khas Jawa Timuran yang penuh canda dan sindiran, Markesot mengajak kita meneropong kehidupan secara arif dan menemukan hakikat di balik nilai-nilai semu yang merajalela.

Singkatnya, buku ini berisi esai-esai Cak Nun yang bercerita tentang cara Markesot dalam melihat problem di sekitarnya (tentu saja dengan sudut pandang baru).
Saya tertarik dengan buku ini, karena buku ini benar-benar memberi sudut pandang baru dalam melihat sesuatu, dan mengajari untuk menggali mutiara dari tempat yang tidak terduga. Apa yang dikatakan Markesot sangat menarik, penuh canda, makna, dan sindiran. 
Dengan memahami sudut pandang Markesot, saya dapat melihat dunia ini dengan sudut pandang baru. Apa kata Markesot tentang ilmu, tentang kuliah, tentang fisika, tentang tradisi, dan semuanya. Saya akan tahu apa kata Markesot tentang Fisika Undip yang saat ini sedang saya tempati. Apa kata Markesot tentang semua ini.

Selasa, 01 Desember 2015

Blog Ini Tidak Terurus



"Semakin lama blog ini (Undip Strip) semakin terlihat tidak terurus," kata teman saya. 
Hal itu benar, blog ini memang tidak terurus. Tulisan di blog ini sudah usang, tulisan terakhirnya saja saya tulis tanggal 21 November, sedangkan sekarang sudah tanggal 1 Desember. Tidak ada lagi tulisan-tulisan up to date yang rutin saya upload satu kali sehari di blog ini.
Kenapa? Saya sebenarnya juga tidak tahu kenapa
Akhir-akhir ini saya bingung ingin menulis apa. Di kepala saya berkecamuk kecapekan karena aktivitas kuliah: mulai dari tugas, laporan, kehidupan angkatan, dan tentu saja tradisi kampus. Kecamuk itu menghambat tulisan-tulisan saya untuk selesai, sehingga banyak tulisan yang hanya berhenti di draft blog dan tidak pernah muncul di post blog. 
Mungkin itu adalah penjelasan yang pas. Bukannya saya tidak menulis (tidak mengurus) blog, tetapi kebanyakan tulisan saya belum tuntas, dan karenanya tidak ada tulisan yang masuk di post blog.
Tapi tenang saja, saya sudah mulai bisa mengendalikan kecamuk itu. Sebentar lagi blog ini aktif lagi kok :)

Sabtu, 21 November 2015

Mesin Waktu Wahyono

Ini adalah hari bersejarah bagi umat manusia, karena untuk pertama kalinya spesies manusia akan melakukan perjalanan waktu ke masa lalu setelah keinginan itu terpendam dan tidak pernah terwujud begitu lama. Prestasi luhur tersebut merupakan hasil kerja keras ilmuwan dari Indonesia, yang sejak tahun 2100 tiba-tiba berubah menjadi negara maju dan menguasai segala bidang, berbalik 180 derajat dari kondisi Indonesia tahun 2010-an yang masih setia menjadi negara berkembang (sebutan lain untuk negara tidak maju).

Sekarang Indonesia sudah benar-benar maju, baik dari segi teknologi maupun sumber daya manusianya. Pulau Sumatera, khususnya provinsi Riau, yang konon di zaman dahulu sering terjadi kebakaran hutan sekarang tidak lagi dan sekarang menjadi penghasil sawit terbesar di seluruh dunia. Hal itu terjadi karena pada tahun 2093 presiden ke-25 Indonesia, Badrul, memutuskan untuk secara sengaja membakar semua hutan di Riau. Memilih waktu pembakaran yang tepat, agar asap hasil pembakaran seluruhnya beterbangan ke negara tetangga, Macanpura. Membuat mereka kewalahan dan pada akhirnya asap tersebut merusak kecerdasan mereka. Akibatnya, setelah 3 bulan pembakaran besar itu terjadi warga Macanpura tak ubahnya seorang bayi yang tak tahu apa-apa, membuat prediksi pakar seluruh dunia kalau negara kecil ini akan menguasai dunia menjadi salah total.

Selepas itu Negara Indonesia benar-benar bangkit. Ilmuwan-ilmuwan Indonesia menelurkan karya mereka, sehingga di tahun 2100 banyak terdengar hukum-hukum alam asli Indonesia muncul di jurnal internasional: Hukum Wahyono, Kesetimbangan Kholit, Efek Darari, Persamaan Trisno, Postulat Priyo, Dinamika Dudung, dan masih banyak lagi. Semua itu bermula ketika Wahyono, profesor fisika dari Universitas Diponegoro mengumpulkan semua ilmuwan Indonesia di belakang waduk Undip, untuk diberi pengarahan dan motivasi untuk memajukan ilmu pengetahuan Indonesia. “Sudah lebih dari satu abad kita terpuruk. Dulu kakek-nenek kita sudah berusaha, tapi kondisi yang ada membuat mereka gagal. Maka kali ini kita harus berusaha, dan dengan semua kondisi yang mendukung ini, kita harus berhasil.” Kata Wahyono kepada mereka dengan menggebu-gebu.

Bukti kedigdayaan Indonesia akan dibuktikan hari ini, tepat malam satu Suro tahun 1523 Hijriyah. Setelah lima tahun para ilmuwan mempelajari Postulat Priyo, menyesuaikannya dengan hasil eksperimen fisika sejak 100 tahun lalu, kemudian menggabungkannya dengan Efek Darari, mereka menghasilkan teori lubang buaya (menggantikan teori lubang cacing 100 tahun yang lalu), yang berisi hal teknis lengkap untuk membuat mesin waktu. Setelah hal-hal teoritisnya diselesaikan orang-orang fisika, pembuatan mesin ini diselesaikan orang-orang teknik yang diketuai dua orang: Satriyo, Profesor Teknik Mesin Undip, dan Saipul, mahasiswa baru teknik mesin yang punya kemampuan jauh melebihi kakak tingkatnya yang sok keren dan garang di masa kaderisasi.

Tujuan perjalanan waktu ini adalah tahun 2018. Wahyono, sang profesorlah yang memilih tujuan itu, karena ialah yang memprakarsai proyek itu. Sejak proyek mesin waktu diumumkan oleh pemerintah dan 40% APBN dialokasikan untuk proyek tersebut, Wahyono belum pernah menjelaskan pada publik Indonesia (yang sudah pintar) perihal alasan kenapa ia memilih tahun 2018 sebagai tujuan. Selidik punya selidik, ada yang mengatakan kalau pemilihan tahun itu berhubungan dengan kisah cinta kakak kakeknya Wahyono yang dulu kuliah di Undip, yang sampai akhir hayatnya hidup sendirian karena tidak berani menyatakan cinta. Mungkin, Wahyono datang ke 2018 untuk membantunya mengungkapkan cinta.

*Juara terbaik dalam Writing Contest HMF Undip 2015

(Saya pun tidak tahu, bagaimana mungkin bisa tulisan ini juara) 

Writing Contest Yes

Hari ini tadi acara puncak dari Writing Contest HMF Undip telah dilaksanakan. Acaranya asik, karena cuma sebentar, acaranya menarik karena acaranya tidak melelahkan. 
Hasilnya? Alhamdulillah... setelah melakukan presentasi kocak dari tulisan "Mesin Waktu Wahyono", saya mendapatkan juara terbaik I dengan hadiah satu juta rupiah.



(Eh.. saya kok merem yah?)
Setelah berfoto-foto sejenak dengan teman-teman suporter bayaran (hihihi), kami meluncur ke warung makan. Hm.. mumpung orangnya tidak terlalu banyak :)



Alhamdulillah....

Selasa, 17 November 2015

Tulisan Basi

Sudah dua minggu ini saya memiliki banyak kegiatan di kampus. Bukan kegiatan akademik, bukan pula kegiatan organisasi. Ini tentang kegiatan kaderisasi yang (mau tidak mau) harus saya jalani: mengisi buku angkatan, buku perkenalan, tugas, dan masih banyak lagi lainnya.
Akibatnya, selama dua minggu blog ini terbengkalai. Jika biasanya minimal saya menulis satu tulisan tiap hari, kali ini saya bahkan belum menulis satu pun selama dua minggu ini. Hidup terasa hambar.
Sebenarnya kepadatan jadwal memang tidak dapat saya jadikan alasan, dan saya memang tidak ingin menjadikannya sebagai alasan. Ketika kegiatan selesai, ketika saya sudah sampai kos sebenarnya saya masih punya sedikit waktu untuk mengurus blog ini. Tapi apa daya, saya sudah terlanjur kecapekan karena kegiatan dan akhirnya ketiduran. Padahal di kepala ini sudah ada banyak sekali hal yang ingin saya tuliskan. 
Ketika waktu yang agak luang sudah ada dan kondisi saya sedang fit, saya ingin menulis. Namun lagi-lagi ada masalah, ide-ide saya yang dulu ingin saya tulis ternyata sudah basi, tidak cocok dengan kondisi saat ini. Jadinya ya seperti ini.

Selasa, 10 November 2015

Paham Tapi Tidak Paham

Banyak orang yang merasa paham tapi sebenarnya tidak paham.
Banyak orang yang merasa tidak paham tapi sebenarnya paham.
Kalimat tersebut berlaku secara universal, salah satunya dalam hal perkuliahan (saya kan lagi kuliah :)). 
Ketika dosen menerangkan suatu hal, semua mahasiswa terlihat memperhatikan. Beberapa paham, ditandai dengan anggukan-anggukan ritmis dari kepala mereka, sambil berkata oh secara pelan. Beberapa lagi tidak paham, ditandai dengan ekspresi datar dan raut bingung di mukanya, sambil sesekali garuk-garuk kepala.
Namun apakah benar paham dan tidak paham dapat dilihat cukup dari anggukan kepala? Sayangnya, dalam banyak kasus hal ini tidak dapat dibenarkan. Mereka yang mengangguk-angguk mungkin sekedar ingin bersopan santun dan menghormati dosen di depan. Beberapa lagi mungkin mengangguk karena benar-benar paham. Beberapa lagi mungkin mengangguk agar terlihat pintar. Atau mungkin (ini kemungkinan buruk) mereka mempunyai gangguan saraf yang mempengaruhi gerak anggukan kepala mereka (seperti Wolfgang Pauli).
Sementara itu, mereka yang berekspresi datar dan bingung, sambil sesekali menggaruk-garuk kepala, kemungkinan besar memang tidak paham. Namun itu tidak berlaku mutlak, mungkin saja sebenarnya mereka paham, tapi ada beberapa bagian yang menurut mereka tidak sesuai dengan asumsi awal mereka. 
Maka dari itu, saya berkata bahwa: banyak orang yang merasa paham tapi sebenarnya tidak paham, dan banyak orang yang merasa tidak paham justru merupakan orang yang paham. Lebih tepatnya ini berkaitan dengan seorang yes-man, yang sekedar mengiyakan informasi yang ia peroleh dari orang tertentu, dengan seorang analysis-man yang selalu mempertanyakan keabsahan informasi yang ia peroleh. 
Lebih baik mana? Saya pikir anda sudah tahu.

Selasa, 03 November 2015

UTS Nonsen

“Sebenarnya UTS diadakan untuk apa?”
Sebuah pertanyaan sepele yang kemudian membingungkan untuk dijawab.
Menurut saya pribadi, UTS (Ujian Tengah Semester) atau ujian sejenisnya diadakan dalam rangka mengevaluasi tingkat keberhasilan proses belajar-mengajar dalam periode waktu tertentu. Maka dari itu, idealnya, ketika UTS hendak dilakukan sudah tidak ada lagi proses belajar yang perlu dilakukan agar hasil nyata dari proses belajar-mengajar dapat diketahui dengan benar. Dengan kata lain, saya mengatakan bahwa proses belajar harusnya dilakukan selama waktu pembelajaran jauh sebelum UTS, bukan waktu-waktu menjelang UTS.
Namun kenyataan berkata lain. Kebanyakan orang justru menjadikan waktu pembelajaran untuk bersantai-santai, dan menjelang UTS akan dilaksanakan semua berbondong-bondong membaca buku, meminjam catatan, fotokopi soal, dan belajar (hanya) sehari sebelum UTS dilaksanakan.
Hasilnya apa? Bukannya mengetahui hasil pembelajaran, guru (atau dosen) hanya mendapat corat-coret di lembar jawaban yang menggambarkan seberapa baik seseorang menghafal materi sehari sebelum ujian. Setelah ujian, apa yang terjadi? Lupakan. Tidak ada evaluasi dan tidak ada perbaikan diri.
Apa hasil pembelajaran selama masa belajar-mengajar? Satu dua mungkin membekas (sedikit), tapi sisanya? Tidak ada. Ini yang patut dikhawatirkan, ketika yang terjadi hanya proses studying (itupun tidak maksimal), dan tidak ada sedikitpun learning.
Ayolah... Pikirkan kembali esensinya. Bukannya saya ini sok benar dan sok idealis (terlepas dari fakta bahwa saya memang berusaha idealis), pikirkan kembali esensi dari semua proses ini.



***

Saya sendiri berusaha untuk sebisa mungkin tidak mempelajari materi ujian di waktu-waktu menjelang ujian (kalau sekedar review iya). Ujian merupakan ajang evaluasi, dan saya ingin tahu kualitas keilmuan saya yang sebenarnya, untuk kemudian saya perbaiki dan terus saya tingkatkan.
Sedikit cerita saja, hari ini tadi UTS Kimia Dasar secara mengejutkan soalnya persis sama dengan soal yang di-share teman saya di grup Line sehari sebelumnya, soal dari jurusan lain. Nah, saya memang tidak tertarik untuk memperhatikan soal itu, walau kemudian banyak yang mengirim gambarnya ke saya.
Ketika saya tahu bahwa sekilas soal itu sama, apa saya menyesal? Menyesal karena tidak mengerjakan soal itu terlebih dahulu? Tidak kok, sama sekali tidak. Saya ingin hasil UTS menggambarkan dengan sebenar-benarnya apa yang saya pahami selama proses belajar, bukan menggambarkan seberapa baik saya mengerjakan soal itu di malam sebelumnya. Bagaimana hasilnya? Kalian tahu lah… hehe.

Minggu, 01 November 2015

Jumat, 30 Oktober 2015

Tembalang Hujan (Lagi)


Sore ini saya kembali melihat hujan, setelah lama tidak pernah melihatnya. Berdasarkan catatan saya (di blog ini), hujan pertama yang saya lihat di Tembalang terjadi pada tanggal 11 September 2015, itu 49 hari yang lalu. Hmm.. cukup lama ternyata.
Pola hujan yang terjadi hampir sama, kecuali beberapa hal. Hujan pertama terjadi setelah maghrib, hujan kedua ini terjadi sebelumnya. Hujan kali ini turun relatif lebih lama dibanding yang pertama, walaupun sebenarnya ya sama saja, sama-sama cuma sebentar.
Tapi tak apalah, hujan sebentar ini bisa memeberi nuansa dan ketenangan baru setelah seharian menjalani panasnya Tembalang. 

Sebenarnya bukan hujannya yang memberi saya nuansa baru, tapi aromanya, dan ini yang lebih saya suka. Kalian tahu, kan, bagaimana aroma ketika hujan pertama kali turun? Iya, aroma tanah yang begitu lembut. Aroma yang begitu menenangkan. Ingin rasanya berlama-lama menghirup aromanya.

***





Eh, sebentar. Sebenarnya istilah hujan di sini tidak tepat. Kenapa? Tentu saja karena tetesan-tetesan air yang jatuh dari langit hanya sedikit. Bukannya hujan, tetesan air ini lebih tepat disebut gerimis
Ya sudah, harusnya saya ganti judulnya dengan gerimis Tembalang. Tapi tak usah lah..

Berkarya dengan LaTex

Salah satu hal yang paling saya sesali ketika menggunakan Linux sebagai sistem operasi komputer saya adalah ketika saya menyadari bahwa di Linux tidak ada fitur semacam equation (di Microsoft Word) yang biasa saya gunakan untuk menulis persamaan matematik.
Di Linux memang ada WPS Office yang mempunyai tampilan persis seperti Microsoft Office, tapi ternyata ia belum dilengkapi dengan fitur equation tersebut. Di Linux juga ada Libre Office, yang punya fitur semacam equation, tapi font-nya kurang cantik dan cara penggunaannya rumit.
Writer Office



Libre Office

Saat saya sangat butuh untuk menulis persamaan matematik, tapi ternyata Linux belum mendukung dengan baik, saya frustasi. Ingin kembali ke Windows.
Sampai akhirnya saya menemui bahwa Libre Office dapat ditambahi dengan fitur LaTex, yang dapat digunakan untuk membuat persamaan matematik dengan cantik.




Pertama kali menggunakan LaTex, saya cukup kesulitan. Ada banyak hal baru yang membuat saya bingung, karena LaTex menggunakan sistem semacam kode bahasa pemrograman untuk membuat persamaan matematis. Jika di equation Microsoft Office saya hanya perlu menulis 1/2 untuk menulis bentuk pecahan satu per dua, di LaTex Libre Office saya harus menulis \frac{1}{2}. Rumit? Ya iyalah! 
Namun setelah sering menggunakannya, saya pun terbiasa, dan mulai menyukainya. Ada satu hal menarik dari LaTex yang membuat saya betah bersamanya. Apa? Fontnya cantik sekali! Punya nilai seni lebih daripada equation Microsoft Word.
Saya pun telah menulis (sedikit) karya dengan bantuan LaTex ini, seperti yang telah saya unggah di pos sebelum-sebelumnya:
Berkarya dengan LaTex juga memberi saya nilai lebih. Karena tidak (belum) banyak orang yang bisa menggunakan LaTex. Hihihi.

Kamis, 29 Oktober 2015

Pembahasan Soal Matematika Nomer 3 UTS Ganjil Fisika Undip 2015

Soal nomer 3 ini membahas mengenai fungsi, mulai daerah asal, kekontinuan, dan grafiknya. 
Di bawah ini soal dan pembahasannya.
c. Gambarkan grafik fungsi tersebut

 
Semoga saja pembahasan di atas dapat memahamkan. Kalau masih ada yang belum jelas bisa ditanyakan lewat kolom komentar atau bisa langsung bertemu saya. Terima kasih.

Pembahasan Soal Matematika Nomer 2 UTS Ganjil Fisika Undip 2015

Soal nomer 2 ini membahas mengenai konsep bilangan kompleks z, yang dinyatakan sebagai x + i y, dengan lambang i menunjukkan bilangan imajiner.
Di bawah ini soal dan pembahasannya.
Semoga saja pembahasan di atas dapat memahamkan. Kalau masih ada yang belum jelas bisa ditanyakan lewat kolom komentar atau bisa langsung bertemu saya. Terima kasih. :)

Pembahasan Soal Matematika Nomer 4 UTS Ganjil Fisika Undip Tahun 2015

Soal nomer 4 ini mengevaluasi konsep tentang turunan. Di bawah ini soal dan pembahasannya. 
Semoga saja pembahasan di atas dapat memahamkan. Kalau masih ada yang belum jelas bisa ditanyakan lewat kolom komentar atau bisa langsung bertemu saya. Terima kasih.

Minggu, 25 Oktober 2015

Bilangan Desimal Berulang: Berapa Angka Yang Dimaksud Salsabila?

Bentuk desimal berulang termasuk dalam kategori bilangan rasional, karena pada dasarnya ia adalah bentuk lain dari bentuk pecahan bilangan bulat dengan bilangan bulat lainnya. Contohnya 0,33333333333... adalah bentuk lain dari 1/3.
Untuk kasus angka 0,33333333... kita cukup tahu untuk kemudian menyebutnya sebagai 1/3, tetapi bagaimana dengan 0,123123123123... ?
Untuk menyelesaikannya, perhatikan Salsabila pada contoh berikut:

Bagaimana, sudah jelas kan?
Kalau masih belum jelas bisa disampaikan di kolom komentar.. Terima kasih

Sabtu, 24 Oktober 2015

Efektivitas Belajar Bersama


 
Sebagai seorang mahasiswa, sudah sewajarnya jika hari-hari kita selalu diisi dengan kegiatan yang berhubungan dengan tugas kuliah dari dosen. Mengenai hal ini, ada banyak tugas kuliah yang diterima, baik berupa tugas perorangan maupun tugas yang harus dikerjakan secara kelompok, dan tugas kelompok inilah yang jumlahnya lebih banyak.

Selain itu, dalam proses pembelajaran di ruang kuliah dosen tidak selalu menjelaskan materi dengan detail seperti guru SMA—atau bahkan guru Bimbel, dan hal tersebut menuntut mahasiswa untuk dapat memahami materi pelajaran secara mandiri. Mencari referensi sendiri, membaca sendiri, dan memahami sendiri. Padahal hal tersebut bukanlah perkara yang mudah, baik bagi mahasiswa baru yang memang butuh penyesuaian maupun bagi mahasiswa lama yang sudah berpengalaman. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, dicapailah solusi melalui belajar bersama. Dengan demikian, ada dua hal yang dapat dicapai kaitannya dengan proses akademis melalui belajar bersama: mengerjakan tugas dan memahami materi.

Namun demikian, kenyataan yang terjadi tidak sesederhana itu. Belajar bersama tidak selalu memberi solusi, dan bahkan dapat menambah masalah. Itu terjadi jika di dalam forum tersebut mahasiswa lebih banyak ngobrol dan bercanda daripada belajar dan berdiskusi, sehingga kegiatan belajar bersama menjadi hal yang sia-sia dan tidak ada faedahnya. “Kadang saya lebih memilih belajar sendiri daripada belajar bersama, apalagi jika belajar bersama itu hanya diisi dengan ngobrol dan bercanda.” Ujar Muhammad Mirza, mahasiswa jurusan Fisika Universitas Diponegoro.

Padahal, belajar bersama bukan hanya ajang kumpul dan bercanda bersama teman, tapi juga menjadi sarana efektif untuk meningkatkan pemahaman materi dan pengembangan kepribadian. Maka dari itu, dibutuhkan proses belajar bersama yang benar agar manfaat baik tersebut dapat dicapai. Belajar bersama dapat memberi manfaat berganda melalui melalui mekanisme multiplier effect jika dalam belajar itu terjadi proses give and take, saling memberi dan menerima penjelasan dari teman yang sudah paham. Sehingga yang sudah paham akan semakin paham dan yang belum akan menjadi paham.

Untuk mencapai kebaikan dari belajar bersama tersebut, setidaknya ada empat hal yang harus dipenuhi:

Pertama, niatkan hati untuk belajar bersama. Niat ini sangat penting, karena tanpa niat yang jelas kegiatan belajar bersama kemungkinan besar akan berakhir sebagai ajang ngobrol dan bercanda. Tentu saja bercanda di sela-sela waktu belajar memang dibutuhkan—asal tidak kelewat batas, terutama ketika rasa suntuk mulai datang. Namun, bercanda ini tidak perlu diniatkan dari awal, toh pada dasarnya ngobrol dan bercanda akan muncul secara alami ketika suasana belajar bersama mulai membosankan, dan itu memang dibenarkan selama tidak mewati batas.

Kedua, tetapkan dengan jelas materi apa yang akan dibahas. Ini berguna agar waktu yang digunakan untuk belajar bersama menjadi efisien dan proses belajar menjadi tepat.

Ketiga, sebelum belajar bersama masing-masing mahasiswa harus sudah mempelajari materi yang akan dibahas. Ini harus dilakukan supaya terjadi diskusi aktif selama proses belajar bersama. Jika belajar bersama dilakukan sementara semua anggota belum mempelajari materi yang akan dibahas, maka yang terjadi adalah semuanya kebingungan dan solusi tidak dapat ditemukan.

Keempat, ingat tujuan awal. Ketika forum belajar bersama ini mulai melenceng arahnya, lebih banyak bercanda daripada belajar, ingat tujuan awal kalian ketika membentuk forum itu: belajar bersama, bukan bercanda bersama.

Semoga dengan empat hal tersebut forum belajar bersama menjadi solusi yang efektif dan bermanfaat bagi semuanya. Selamat belajar bersama!

Oleh: Fajrul Falah

Diunggah di kampusundip.com

Jumat, 23 Oktober 2015

Selasa, 20 Oktober 2015

Lantai Tiga Gedung Laboratorium Fisika

Alhamdulillah, ini pertama kali saya jalan-jalan di gedung laboratorium fisika Undip. Sebenarnya sudah lama saya ingin masuk dan menelusuri setiap ruangannya, tapi belum pernah kesampaian. Ini tadi kebetulan ada kesempatan untuk bisa berjalan-jalan di gedung ini, karena si Ahlan hendak menyerahkan tugas MPF ke ruangan Pak Heri di gedung ini, dan saya ikut. Tentu saja, sebenarnya bebas untuk masuk dan melihat-lihat gedung ini, tapi kan lucu juga kalau tanpa keperluan apapun saya tiba-tiba masuk dan melihat-lihat. Hehe.
Ini foto lingkungan FSM dari lantai tiga gedung laboratorium fisika.




Sabtu, 17 Oktober 2015

The Story in The Warteg


Saya pikir semua orang yang sering makan di warteg pasti pernah mengalami hal ini, karena menurut pengalaman saya, hal ini berlaku secara universal di seluruh warteg di jagat raya.

Saya masuk warteg, memilih makanan, selesai makan kemudian membayar.
"Berapa, Bu?"
"Rp 4.500"
Saya kemudian meyodorkan uang.

Di hari yang lain saya melakukan hal yang sama. Masuk warteg, memilih makanan (menu sama seperti kemarin), selesai makan kemudian membayar.
(Kebetulan penjaganya ganti)
"Berapa, Mas?"
"Rp 7.000"
Berhubung saya sedang tidak punya banyak waktu untuk mempertayakan nominal harga itu, saya langsung membayar.

Besoknya lagi saya mengulanginya. Memilih menu makanan yang sama. (penjaganya ganti lagi)
"Berapa, Mbak?"
"Rp 4.500"

Huh..
This is my story in the warteg, dan saya memperoleh kesimpulan bahwa "Harga makanan di warteg bukanlah sesuatu yang rigid, ia dapat berubah sesuai keinginan penjaganya."


Jumat, 16 Oktober 2015

Selasa, 13 Oktober 2015

Jeruk Menjadi Coklat


Foto di atas adalah foto sebuah jeruk, yang saya temukan di kolong meja pas bersih-bersih kamar kali ini. Warnanya sudah coklat, sama sekali idak mencerminkan warna sebuah jeruk.
Saya jadi ingat, itu adalah jeruk yang saya dapatkan ketika Mbah Kos mengadakan acara bersama mendoakan salah satu anaknya yang meninggal. Hm.. itu sudah sekitar satu bulan yang lalu.
Sudah lama ternyata..
waktu berlalu begitu cepat.

Jumat, 09 Oktober 2015

Rekor Sementara

Ini menjadi rekor sementara jam pulang saya dari kampus, menjadi waktu terlarut saya pulang, yaitu 20.45 WIB. Ini hanya rekor sementara, dan rekor yang biasa-biasa saja (karena banyak yang pulang lebih larut daripada saya).
Tapi tidak apalah, ini rekor pribadi, yang mungkin akan terpecahkan beberapa bulan lagi.

Selasa, 06 Oktober 2015

Nasehat Untuk Anak Rantau

Dapat nasehat baik (secara tidak langsung) dari Mas Rif'an Herriyadi di akun facebooknya. Berikut saya salin tulisannya di facebook, semoga bisa diambil manfaatnya (terutama untuk anak rantau):

***
Keluar dari pintu gerbang UB (Universitas Brawijaya) yg di daerah perkampungan kerto2. Ada Om-om badan besar dengan motor Vario turun dan menyilangkan motornya di tengah jalan. Menghampiriku, aku kira mau merampok. Tapi masa merampok kok di daerah ramai seperti ini.
Tanpa berkata apa-apa, orang tersebut langsung melayangkan tinjunya di mukaku. Alhamdulillah, gerakannya mudah dibaca, sehingga saya bisa menangkisnya. Namun kaca sepion saya patah karena tinju yang meleset itu.
Setelah itu orang tersebut memaki-maki saya, yang kurang lebih mungkin gara-gara suara knalpot motor saya. Karena tadi hanya di kecepatan di bawah 20 km/jam, saya rasa saya tidak ugal-ugalan. In addition, jalan kerto yang sempit dan ramai, tidak mungkin saya berkendara dengan kecepatan tinggi. Karena saya yang bersalah, maka saya minta maaf sama orang tsb.
Dari sini saya semakin sadar. Keberadaan saya dan teman-teman puluhan ribu mahasiswa rantauan belum tentu diterima dengan welcome oleh masyarakat. Walaupun mungkin sebagian besar masyarakat senang dengan keberadaan kita untuk alasan-alasan tertentu.
Coba kita pikir, setiap tahun tingkat kemacetan di sini semakin bertambah. Terutama setelah penerimaan mahasiswa baru. Yang pasti polusi, sampah, dan kepadatan penduduk semakin meningkat juga.
Positif thinking-nya, kalau bisa kita berkontribusi lah untuk warga. Kita kan cuma menumpang, masa hanya merepotkan tuan rumah saja. Ya minimal tidak membuang sampah sembarangan. Tidak ugal-ugalan di kota orang.
***

Sepertinya hal itu benar, selain konteks menumbuhkan ekonomi (baca: menambah penghasilan) masyarakat melalui toko-toko, warung makan, dan lain sebagainya, manfaat seorang mahasiswa masih belum terasa. Yang ada, si mahasiswa hanya menambah sampah, kemacetan, dan polusi di lingkungan masyarakat. (Atau mungkin ini hanya perasaaan saya saja?)

Kerangka Berpikir Waktu dan Tingkat Keramaian

"Nanti kita kumpul pukul 13.00 di halaman gedung pojok ya..." kata Mas Komandan di Line.
Begitu waktu menunjukkan pukul 13.00 dan masih belum banyak yang datang, Mas Komandan mengingatkan. "Ayo guys, cepet dateng.. udah pukul 13.00 nih."
Beberapa orang kemudian datang, tetapi tetap saja lebih banyak yang belum datang. 
Sudah pukul 14.00, dan yang datang belum ada 50%.
"Guys, udah pukul 14.00 nih... yang dateng belum ada 50%. Cepetan dateng dong.." Mas Komandan mengingatkan lagi di chat grup Line.
Lalu, salah satu orang menjawab chat dari Mas Komandan itu:
"Di sana udah rame belum?"

***
Nah, di sini saya bener-bener pengen nggeledak. Sudah tahu diminta berkumpul pukul 13.00, eh pukul 14.00 dia belum dateng, dan malah mempermasalahkan tingkat ke-rame-an dari kumpulan itu.
Kalo misalnya chat itu dijawab "Udah rame,"  sambil nyertain foto orang-orang yang sudah datang, maka dia akan datang segera.
Namun jika dijawab "Belum" atau tidak dijawab, ia akan santai-santai (padahal udah telat 1 jam), atau males dateng, atau mungkin ia tidak akan hadir ke kumpulan itu.
Padahal kan sudah ditentukan kalo patokan datangnya itu waktu, yaitu pukul 13.00, bukan tingkat keramaian majlis itu. Soalnya kalau patokannya tingkat keramaian majlis itu, menurut hemat saya, kayaknya kumpul itu jadi hal yang impossible, hil yang mustahal! Iya, kan? Kalo semua orangnya pengen kumpulan itu rame dulu baru dia datang, ya gak mungkin lah kumpulan itu dapat terlaksana.

Kalau ditarik analogi (yang lebih masif) itu seperti ini: Misalnya semua orang punya pemikiran kalau ia akan pergi ke masjid (sholat jamaah) ketika masjid sudah ramai, ada banyak orang. Maka, karena semua orang tidak akan datang sebelum masjid ramai, sementara tidak ada yang membuat ramai, pada akhirnya semua orang itu tidak jadi sholat jamaah di masjid, dan masjid akan menjadi tempat paling sepi di dunia.
Atau dalam konteks yang lebih pas untuk mahasiswa, sebagai agent of change, jika kerangka berpikir menunggu keramaian itu diterus-teruskan, tertanam dalam di pikiran mahasiswa, maka sampai kapan pun imposibel negara ini mengalami big changes menuju arah yang lebih baik.
Maka dari itu, besok datang tepat waktu ya!


Biarlah omong kosong ini mengambang ke mana-mana, siapa tahu ada yang mengambil manfaat dari tulisan kosong ini.

Jumat, 02 Oktober 2015

Menulis Positif


Semakin kesini saya semakin menyadari kalau menulis hal-hal buruk, kritik, (kebencian), dan sejenisnya dalam banyak kasus ternyata tidak mempunyai manfaat sama sekali, dan sebaliknya ia justru memberi banyak madharat.
Dunia ini sudah terlalu sumpek untuk diisi dengan tulisan-tulisan negatif: tulisan yang memicu kebencian, keputusasaan, dan hal negatif lainnya. Karena itu, dunia ini butuh tulisan positif, tulisan yang dapat memberi semangat positif dalam hidup dan membawa manfaat baik bagi pembacanya.
Maka dari itu, sedikit demi sedikit saya berusaha untuk menulis hal-hal positif di blog ini, tidak seperti dahulu dimana saya sering menulis hal-hal negatif yang memicu kebencian. 
Semoga tulisan-tulisan di blog ini dapat memberi semangat positif bagi para pembaca. 

Terima kasih untuk teman-teman yang telah memberi masukan bagi saya untuk memperbaiki blog ini.

Kamis, 01 Oktober 2015

Belajar Bisa Dari Mana Saja

Belajar bukan melulu tentang mempelajari materi-materi pelajaran yang ada di kurikulum. Belajar juga bukan melulu tentang membahas teori-teori berat dari cabang ilmu pengetahuan.
Belajar bisa apa saja. Belajar bisa di mana dan kapan saja, benar-benar kapan dan di mana saja. Bahkan ketika di ruang kuliah dosen mengajar dengan tidak asik, slide presentasi yang bikin males, posisi duduk yang tidak nyaman, ruangan panas, dan lain sebagainya, tetap ada banyak sekali pelajaran yang dapat dipetik. Beberapa di antaranya:

1. Melatih Fokus


Dengan semua kondisi yang ada (kondisi yang tidak kondusif), dibutuhkan fokus yang tinggi untuk tetap memperhatikan guru dan memperhatikan materi pelajaran, agar konsentrasi kita tidak gampang teralihkan untuk sekedar ngobrol sama teman.

2. Melawan Ngantuk


Semua kondisi yang ada memang menggiring kita menuju ambang kengantukan, namun kita juga tahu kalau tidak sopan untuk tidur dan meninggalkan dosen mengajar tanpa ada yang mendengarkan (apalagi buat yang duduknya di depan). Maka dari itu, kondisi yang sedemikian itu dapat melatih kita untuk melatih diri dalam melawan rasa ngantuk.

3. Menghormati Guru


Ini bagian yang sangat penting. Hubungan antara guru dan murid (dosen dan mahasiswa) harusnya bukan sekedar hubungan normatif dalam transfer ilmu. Lebih dari itu seorang murid harus menghormati guru, karena salah satu aspek penting untuk mendapatkan barokah ilmu (ilmu yang bermanfaat) adalah menghormati guru. Sehingga ketika guru menerangkan sesuatu, sudah sepatutnya seorang murid menyimak dengan seksama, bagaimanapun kondisi yang ada. Dan suasana tidak kondusif tersebut dapat menjadi latihan dan tolak ukur apakah kita telah benar-benar menghormati guru atau tidak.