Sabtu, 25 Juni 2016

Satelit Indonesia dan Komentatornya


Sepertinya bulan Ramadhan kali ini membawa banyak berkah untuk Indonesia. Bagaimana tidak, baru pada Ramadhan kali ini tidak lagi ada acara lawak yang selalu menemani kala sahur dan berbuka, sejalan dengan tidak adanya acara ceramah di pagi, siang dan malam—di tv saya. Ramadhan kali ini tv saya lebih sering mati, sejurus karena saya sudah melek teknologi dan aktif berinternet hampir setahun ini.
Menurut saya, internet menawarkan hiburan yang lebih variatif dibanding tv, ya, walaupun nggak variatif-variatif amat. Toh saat ini internet yang digadang-gadang sebagai wadah citizen journalism masih menunjukkan gelagat kalau ia hanya perpanjangan tangan dari media konvensional yang menyetir arah perbincangan.
Tapi sungguh, saya beruntung karena dengan internet jadi tau kalau di bulan Ramadhan ini ada kabar baik yang sudah saya nanti-nantikan, Indonesia menerbangkan satelit (lagi).
Ada dua satelit Indonesia yang baru saja mengangkasa: BRIsat dan LAPAN A-3.
Tapi eh tapi… dalam dunia modern sekarang, menerbangkan satelit itu udah nggak wah lagi, udah biasa. Lha wong sekarang saja udah perusahaan komersil ruang angkasa macam SpaceX dan Blue Origin yang siap sedia meluncurkan satelit pake roket mereka kok... Kalo duitnya cukup, wush, satelit itu bakal terbang mengangkasa.
Terus apa yang bisa dibanggakan dari penerbangan satelit kali ini? Kalo dari penerbangannya, dengan berat hati sebenarnya belum banyak. BRIsat meluncur numpang roket Ariane 5 di Pelabuhan Angkasa Eropa, sementara LAPAN A-3 meluncur dengan nebeng roket milik India bersama 20 satelit lainnya.
Untungnya urusan satelit itu nggak cuma sesederhana nerban-nerbangin tok. BRIsat misalnya, satelit milik bank yang ada kata Rakyat-nya ini walaupun dibuat oleh Eropa, seenggaknya dia jadi satelit pertama di dunia yang dimiliki oleh institusi keuangan. Keren? Katakanlah begitu.
Terkhusus untuk LAPAN A-3, saya bangga, karena satelit ini dibuat di Bogor. LAPAN A-3 (setelah A-1 dan A-2) ini dibuat atas kerjasama LAPAN dengan IPB. Asal anda tahu ya, buat satelit itu nggak nggak gampang. Nggak perlu saya sebutin teknis-teknis satelit biar kelihatan susah, kan? Oke.
Sekali lagi saya bersyukur karena udah kenal internet, bisa liat peluncuran satelit itu kayak di film-film (belum liat full tapi), walaupun sebenernya saya lebih pengen nonton peluncuran itu di tv. Bagi saya, sensasi nonton tv belum bisa tergantikan oleh nonton video di laptop/hp lewat internet. Tapi kok kayak e nggak ada kabar penyiarannya di tv ya? Apa sebenernya ada tapi saya nggak tau, karena udah jarang nonton tv? Mbuh lah.
Tapi ada satu hal...
Sebagaimana lazimnya internet, selalu tersedia kolom komentar yang membuat sebuah berita menjadi lebih menarik (komentarnya yang menarik), tak terkecuali berita peluncuran satelit ini.
"Loh itu beneran satelit Indonesia, min? Kok tulisan di satelitnya INDIA?" Ada si pembaca judul dan pelihat gambar hebat yang merasa tak perlu membaca isi berita.
"Iya, min, kok tulisannya India?" Ada pula si pembaca komentar, yang tak perlu membaca judul bahkan gambar berita—apalagi isinya.
"Kenapa nggak diterbangin dari Indonesia?" Ada si kritis yang sayangnya malas baca.
"Kapan Indonesia punya roket sendiri?" Ada si kritis yang salah fokus berita.
"Gapapa satelit dulu, itu udah keren. Fokus sama rakyat miskin aja dulu gausah banyak gaya. Toh hutang negara belum selesai juga." Ada pula si bijak yang menengahi perang di kolom komentar.

*** bubar2 

0 komentar:

Posting Komentar