*Essai yang saya buat untuk kegiatan Orientasi Diponegoro Muda 2015
Anda muak dengan keadaan negara ini? Anda nggerundel dengan kualitas negara ini? Anda selalu berkata bahwa negara ini tidak benar, tidak adil, dan sejenisnya?
Aih, hentikan omong kosongmu!
Tak ada manfaatnya terus-terusan menyalahkan dan menjelek-jelekkan negara tercinta ini--walaupun ia memang demikian. Tak ada gunanya membual tentang sikap bejat para pejabat dan anggota dewan--walaupun bualan itu benar. Tak ada gunanya pula Anda ngoceh sok tahu tentang keadaan ekonomi, nilai tukar rupiah, dan sejenisnya.
Karena semua itu tidak ada gunanya.
***
Di dunia ini, dalam konteks menanggapi keadaan, secara garis besar orang-orang terbagi ke dalam dua kelompok. Pertama adalah kelompok yang berkomentar, dan yang kedua adalah kelompok yang memperbaiki. Semua orang mempunyai hak penuh untuk memilih masuk ke kelompok mana. Dan karena kebebasan itu, hampir semua orang memilih masuk ke kelompok yang pertama, yaitu kelompok yang berkomentar. Kenapa? Tentu saja mereka memilih berkomentar, karena berkomentar adalah bagian yang paling mudah.
Presiden mengambil keputusan A, mereka langsung berkomentar, “Wah wah, presiden ini gimana sih? Kok malah menyengsarakan rakyat.” Kemudian mereka menjelek-jelekkan, “Pantes aja, presidennya aja kurus kerempeng nggak punya wibawa kayak gitu kok..”
Nilai tukar rupiah terhadap dollar menurun, dengan sok tahu mereka langsung berkomentar, “Hancur negara ini kalo terus-terusan seperti ini. Ini presidennya gimana sih, ini DPR-nya pada kemana sih? Harusnya DPR mewakili rakyat agar kebijakan ekonomi yang diambil menguatkan rupiah.” Kemudian menjelek-jelekkan, “Ini pasti kerja DPR-nya nggak bener nih, mereka lebih suka korupsi daripada nampung aspirasi rakyat.”
Banyak sekali, bukan, yang menanggapi keadaan dengan sekedar berkomentar? Tentu saja! Atau mungkin Anda juga termasuk di dalamnya?
Nah, kabar baiknya, tidak semua orang memilih untuk sekedar berkomentar dalam menanggapi keadaan, ada orang yang lebih memilih memperbaiki daripada melontarkan komentar-komentar kosong yang tidak ada gunanya.
Tapi, berbanding terbalik dengan jumlah kelompok pertama, jumlah orang yang memilih bagian kedua (memperbaiki keadaan) sangatlah sedikit. Tentu saja sedikit, karena bagian ini adalah bagian yang sangat susah dan berat. Dari 250 juta penduduk Indonesia, paling-paling hanya sekitar satu juta orang yang memilih bagian berat ini.
Padahal, memperbaiki keadaan inilah yang sangat baik dan bermanfaat, baik bagi diri sendiri dan lingkungan (negara). Memperbaiki keadaan ini pula lah yang lebih urgen daripada sekedar berkomentar kosong dan menjelek-jelekkan tanpa ada aksi nyata untuk perbaikan.
Patutlah kita mengagumi dan mencontoh mereka. Siapa? Yaitu mereka yang dalam senyap berusaha untuk memperbaiki keadaan. Tidak banyak berkomentar, dan lebih mengedepankan aksi nyata. Tidak peduli walaupun media tidak menampilkan jasa besar mereka dan lebih memilih menampilkan tayangan yang isinya hanya komentar tidak penting dan menjelek-jelekkan negara.
Anda belum tahu siapa mereka?
Mari kita kunjungi salah satunya. Mari terbang sejenak ke Jakarta, dan lihat sekelompok anak muda yang terkumpul dalam forum Hackaton Merdeka, yang mempergunakan seluruh kemampuan mereka dalam hal coding untuk membuat aplikasi pemecahan masalah harga komoditas pokok di Indonesia (yang salah satu manfaatnya secara tidak langsung adalah mengendalikan nilai tukar rupiah terhadap dolar). Saya tidak paham secara detail apa yang mereka buat, tapi saya paham betul bahwa mereka ini adalah anak muda yang telah memilih tugas mulia untuk memperbaiki keadaan, bukan sekedar berkomentar dan menjelek-jelekkan keadaan. Presiden Joko Widodo menyambut perjuangan mereka dengan sangat baik, dan kemarin tanggal 28 Agustus 2015 anak-anak muda itu dipanggil Presiden Joko Widodo ke Istana Kepresidenan Bogor untuk menerima penyambutan dan penghargaan.
Sekarang kita pindah sejenak ke Semarang, dan lihat sekelompok Ilmuwan yang secara konsisten terus melakukan riset dan pengembangan teknologi untuk memajukan kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Kita lihat salah satu dari mereka, beliaulah Dr. Ir. Muhammad Nuh, DEA yang baru saja mengembangkan Zeta Green yang merupakan produk riset beliau dalam konteks fisika plasma. Secara garis besar, Zeta Green digunakan untuk merubah kondisi udara yang kotor dan beracun di dalam ruangan menjadi udara bersih. Sehingga alat tersebut dapat melindungi banyak orang dari persebaran penyakit melalui udara. Angkasa Pura menyambut baik inovasi beliau dengan memberi penghargaan, dan alat tersebut sekarang telah benar-benar digunakan di beberapa bandara di Indonesia.
Dan masih ada banyak orang hebat yang telah memilih tugas berat untuk memperbaiki keadaan melalui kemampuan dan karya mereka masing-masing, bukan sekedar komentar kosong tak berguna.
Kita harus meneladani mereka. Namun sayangnya, kita tidak akan bisa meneladani mereka. Kisah mereka dan langkah-langkah perbaikan yang mereka tempuh tidak akan dapat kita dengar. Kenapa? Karena kita semua terlalu bising berkomentar dan menjelek-jelekkan keadaan.
Aih, hentikan omong kosongmu!
Tak ada manfaatnya terus-terusan menyalahkan dan menjelek-jelekkan negara tercinta ini--walaupun ia memang demikian. Tak ada gunanya membual tentang sikap bejat para pejabat dan anggota dewan--walaupun bualan itu benar. Tak ada gunanya pula Anda ngoceh sok tahu tentang keadaan ekonomi, nilai tukar rupiah, dan sejenisnya.
Karena semua itu tidak ada gunanya.
***
Di dunia ini, dalam konteks menanggapi keadaan, secara garis besar orang-orang terbagi ke dalam dua kelompok. Pertama adalah kelompok yang berkomentar, dan yang kedua adalah kelompok yang memperbaiki. Semua orang mempunyai hak penuh untuk memilih masuk ke kelompok mana. Dan karena kebebasan itu, hampir semua orang memilih masuk ke kelompok yang pertama, yaitu kelompok yang berkomentar. Kenapa? Tentu saja mereka memilih berkomentar, karena berkomentar adalah bagian yang paling mudah.
Presiden mengambil keputusan A, mereka langsung berkomentar, “Wah wah, presiden ini gimana sih? Kok malah menyengsarakan rakyat.” Kemudian mereka menjelek-jelekkan, “Pantes aja, presidennya aja kurus kerempeng nggak punya wibawa kayak gitu kok..”
Nilai tukar rupiah terhadap dollar menurun, dengan sok tahu mereka langsung berkomentar, “Hancur negara ini kalo terus-terusan seperti ini. Ini presidennya gimana sih, ini DPR-nya pada kemana sih? Harusnya DPR mewakili rakyat agar kebijakan ekonomi yang diambil menguatkan rupiah.” Kemudian menjelek-jelekkan, “Ini pasti kerja DPR-nya nggak bener nih, mereka lebih suka korupsi daripada nampung aspirasi rakyat.”
Banyak sekali, bukan, yang menanggapi keadaan dengan sekedar berkomentar? Tentu saja! Atau mungkin Anda juga termasuk di dalamnya?
Nah, kabar baiknya, tidak semua orang memilih untuk sekedar berkomentar dalam menanggapi keadaan, ada orang yang lebih memilih memperbaiki daripada melontarkan komentar-komentar kosong yang tidak ada gunanya.
Tapi, berbanding terbalik dengan jumlah kelompok pertama, jumlah orang yang memilih bagian kedua (memperbaiki keadaan) sangatlah sedikit. Tentu saja sedikit, karena bagian ini adalah bagian yang sangat susah dan berat. Dari 250 juta penduduk Indonesia, paling-paling hanya sekitar satu juta orang yang memilih bagian berat ini.
Padahal, memperbaiki keadaan inilah yang sangat baik dan bermanfaat, baik bagi diri sendiri dan lingkungan (negara). Memperbaiki keadaan ini pula lah yang lebih urgen daripada sekedar berkomentar kosong dan menjelek-jelekkan tanpa ada aksi nyata untuk perbaikan.
Patutlah kita mengagumi dan mencontoh mereka. Siapa? Yaitu mereka yang dalam senyap berusaha untuk memperbaiki keadaan. Tidak banyak berkomentar, dan lebih mengedepankan aksi nyata. Tidak peduli walaupun media tidak menampilkan jasa besar mereka dan lebih memilih menampilkan tayangan yang isinya hanya komentar tidak penting dan menjelek-jelekkan negara.
Anda belum tahu siapa mereka?
Mari kita kunjungi salah satunya. Mari terbang sejenak ke Jakarta, dan lihat sekelompok anak muda yang terkumpul dalam forum Hackaton Merdeka, yang mempergunakan seluruh kemampuan mereka dalam hal coding untuk membuat aplikasi pemecahan masalah harga komoditas pokok di Indonesia (yang salah satu manfaatnya secara tidak langsung adalah mengendalikan nilai tukar rupiah terhadap dolar). Saya tidak paham secara detail apa yang mereka buat, tapi saya paham betul bahwa mereka ini adalah anak muda yang telah memilih tugas mulia untuk memperbaiki keadaan, bukan sekedar berkomentar dan menjelek-jelekkan keadaan. Presiden Joko Widodo menyambut perjuangan mereka dengan sangat baik, dan kemarin tanggal 28 Agustus 2015 anak-anak muda itu dipanggil Presiden Joko Widodo ke Istana Kepresidenan Bogor untuk menerima penyambutan dan penghargaan.
Sekarang kita pindah sejenak ke Semarang, dan lihat sekelompok Ilmuwan yang secara konsisten terus melakukan riset dan pengembangan teknologi untuk memajukan kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Kita lihat salah satu dari mereka, beliaulah Dr. Ir. Muhammad Nuh, DEA yang baru saja mengembangkan Zeta Green yang merupakan produk riset beliau dalam konteks fisika plasma. Secara garis besar, Zeta Green digunakan untuk merubah kondisi udara yang kotor dan beracun di dalam ruangan menjadi udara bersih. Sehingga alat tersebut dapat melindungi banyak orang dari persebaran penyakit melalui udara. Angkasa Pura menyambut baik inovasi beliau dengan memberi penghargaan, dan alat tersebut sekarang telah benar-benar digunakan di beberapa bandara di Indonesia.
Dan masih ada banyak orang hebat yang telah memilih tugas berat untuk memperbaiki keadaan melalui kemampuan dan karya mereka masing-masing, bukan sekedar komentar kosong tak berguna.
Kita harus meneladani mereka. Namun sayangnya, kita tidak akan bisa meneladani mereka. Kisah mereka dan langkah-langkah perbaikan yang mereka tempuh tidak akan dapat kita dengar. Kenapa? Karena kita semua terlalu bising berkomentar dan menjelek-jelekkan keadaan.